AKSESNEWS.COM, SOFIFI – Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, kembali menunjukkan sikap terbuka dalam merespons aspirasi masyarakat dengan turun langsung menemui massa aksi unjuk rasa Koalisi Mahasiswa Universitas Bumi Hijrah (Unibrah) di depan kantor DPRD Malut, Sofifi, Selasa (2/9/2025).
Didampingi Wakil Gubernur Sarbin Sehe, Ketua DPRD Malut Iqbal Ruray, Kapolda Malut, serta Danrem 152/Baabullah, Sherly mendatangi titik demonstrasi usai mengikuti rapat paripurna DPRD.
Koordinator lapangan aksi, Rafal I.K Warlalo, menyampaikan sejumlah tuntutan mahasiswa, antara lain pembebasan 11 warga Maba Sangaji Haltim dan 7 warga Galela, percepatan pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Tanah Adat, kenaikan gaji guru honorer, hingga perbaikan jalan di Oba Selatan yang sudah puluhan tahun tidak tersentuh pembangunan.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Sherly mengapresiasi solidaritas mahasiswa Unibrah yang menyampaikan aspirasi dengan tertib. Ia kemudian menanggapi satu per satu poin tuntutan yang disuarakan.
Sherly menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Malut tidak menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), melainkan justru menjalankan program pemutihan pajak kendaraan yang menunggak selama bertahun-tahun.
Terkait Perda Tanah Adat, Gubernur mengaku telah berkoordinasi dengan Sultan Ternate dan berkonsultasi dengan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid. Menurutnya, langkah awal yang harus dilakukan adalah pemetaan oleh masing-masing kesultanan untuk mendata tanah adat dengan bukti sejarah dan dokumen resmi, yang kemudian akan diinventarisasi bersama BPN Malut.
“Intinya, mapping tanah adat harus dilakukan secara komprehensif. Setelah itu, barulah bisa diupayakan sertifikat tanah adat melalui jalur resmi,” ujar Sherly.
Ia juga mendorong DPRD serta pemerintah kabupaten/kota untuk segera menuntaskan pembahasan Perda Tanah Adat agar memiliki payung hukum yang jelas.
Sementara mengenai kasus hukum 11 warga Maba Sangaji, Sherly menegaskan prosesnya saat ini sedang berjalan di pengadilan. Namun, ia menyatakan selalu berkomunikasi dengan pihak kejaksaan dan pengadilan untuk melihat kemungkinan adanya keringanan dengan mempertimbangkan berbagai sisi.
“Pemerintah provinsi akan mengupayakan langkah persuasif, tentu tetap menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” ucapnya. (*)
Discussion about this post