AKSESNEWS.COM, SOFIFI – Komisi III DPRD Provinsi Maluku Utara menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) untuk membahas keterlambatan proses pelelangan proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi III, Merlisa Marsaoly, membahas beberapa poin utama, seperti penggunaan metode lelang melalui E-Katalog, progres realisasi pelelangan proyek, dan kendala teknis yang menyebabkan keterlambatan pengadaan.
Merlisa Marsaoly menekankan pentingnya peran aktif BPBJ dalam mempercepat koordinasi lintas perangkat daerah.
Ia juga mengharapkan BPBJ segera menyurat ke seluruh dinas untuk mengingatkan dan meminta agar dokumen yang sudah lengkap segera dimasukkan.
“Kami harapkan BPBJ segera menyurat ke seluruh dinas untuk mengingatkan dan meminta agar dokumen yang sudah lengkap segera dimasukkan,” ujar Merlisa.
Anggota Komisi III, Muksin Amrin, menyoroti pentingnya seleksi ketat dalam menentukan pemenang tender. Ia meminta BPBJ lebih selektif dalam memilih kontraktor agar proyek tidak terhambat atau gagal diselesaikan.
“Tipe kontraktor itu ada beberapa, seperti tipe A, B, dan seterusnya. Maka perlu kehati-hatian. Jangan sampai proyek diberikan kepada kontraktor yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaan,” tegas Muksin, Senin (7/7/25).
Sementara itu, Kepala BPBJ Provinsi Maluku Utara, Hairil Hi Hukum, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai langkah percepatan, termasuk melalui instruksi dan surat edaran dari pimpinan daerah. Ia juga mengakui bahwa hingga kini, dokumen lelang yang paling banyak masuk berasal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
“Percepatan yang sudah kami lakukan dimulai dari Instruksi Gubernur Maluku Utara Nomor: 100.3.4.1/III/Tahun 2025 tanggal 26 Mei 2025, Surat Sekda Nomor: 000.3.1/2772/SETDA tanggal 16 Juni, dan surat lagi dari Sekda Nomor: 000.3.1/3101/SETDA tanggal 2 Juli 2025. Semua surat ini sudah kami distribusikan ke dinas-dinas terkait,” jelas Hairil.
Ia juga menyebutkan kendala internal BPBJ, khususnya terkait keterbatasan sumber daya manusia dalam Kelompok Kerja (Pokja) pengadaan.
“Kami juga menghadapi kendala jumlah SDM. Saat ini ada empat Pokja, masing-masing terdiri dari satu ketua dan tiga anggota. Jadi totalnya hanya 20 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan volume pekerjaan yang harus kami tangani. Karena itu, kami telah mengusulkan pembentukan jabatan fungsional pengadaan agar kinerja lebih optimal,” pungkas Hairil. (*)
Discussion about this post