AKSESNEWS.COM, SOFIFI – Meskipun telah berjuang begitu keras dengan melibatkan berbagai stakeholder dan masyarakat sipil. Namun sampai saat ini kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia dan khususnya Maluku Utara (Malut), kini makin marak dan mencemaskan.
Tingginya angka kekerasan yang terjadi di Indonesia juga mencerminkan tingginya aksi kekerasan yang terjadi di setiap daerah, seperti halnya saat ini di Malut. Berdasarkan data yang dilaporkan ke UPTD PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Malut mencatat dalam kurun waktu tiga bulan di tahun ini, sudah ada 64 kasus yang diterima DPPPA Malut.
Sementara, berdasarkan Data Sistem Informasi Online (SIMFONI-PPA) di Malut pada tahun 2021 tercatat sebanyak 292 kasus kekerasan, dengan bentuk kekerasan terbanyak, kekerasan seksual dan angka tertinggi terjadi di Kota Ternate.
Hal ini disampaikan Kepala DPPPA Malut, Musrifah Alhadar saat melaksanakan kegiatan dengan teman, “Peran Media Massa Dalam Pemberitaan Kekerasan Pada Perempuan dan Anak di Provinsi Maluku Utara”, bertempat di Hotel Safirna, Rabu (30/3/2022) di Ternate.
Kegiatan yang berlangsung ini diikuti oleh puluhan awak media sebagai peserta, baik media online, cetak, televisi dan radio dengan menghadirkan narasumber Jamalul Insan selaku anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi Pers periode 2019-2022.
Berikut juga dari Kepolisian Kompol Anita Ratna Yulianto jabatan Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Malut, Perwakilan pemerintah daerah Provinsi Malut yaitu Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Malut, Rahwan K Suamba, kemudian Sosiolog Universitas Muhammadiyah Malut, DR. Herman Oesman, dan Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIPSI) Malut, Saiful Bahri.
Ditengah Pandemi Covid-19,
Menurut Musrifah Alhadar, yang terjadi saat ini bukan saja menimbulkan krisis kesehatan tetapi juga krisis ekonomi dan krisis sosial. Hal ini dimulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengurangan penghasilan dialami banyak karyawan menyebabkan penghasilan keluarga juga berkurang. “Kondisi seperti ini bisa menjadi salah satu pemicu hadirnya kekerasan pada kaum perempuan dan anak, “ujarnya.
Saat ini, tak sedikit media massa yang membahas pemberitaan kekerasan pada kaum perempuan dan anak dalam sebuah keluarga. Di sinilah pentingnya media massa berperan menyajikan berita tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Pemberitaan kekerasan pada perempuan dan anak, sebaiknya disajikan oleh media dengan memenuhi kode etik jurnalistik yang betul dan sesuai dengan UU Pers yang berlaku saat ini. Bukan berita yang menyudutkan atau merugikan salah satu pihak, “katanya.
Selain itu, ia berharap ketika dalam memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, media seharusnya peka pada hal-hal yang dapat berdampak negatif bagi publik dan bagi korban.
Namun, pemberitaan kekerasan seksual di beberapa media belum sepenuhnya menaati aturan etika peliputan berita yang dibuat oleh Dewan Pers dan belum sesuai dengan kaidah Kode Etik Jurnalistik.
Musyarifah bilang, walaupun berbagai regulasi sudah banyak dikeluarkan, namun yang lebih penting proses implementasi harus kita kawal bersama.
Oleh sebab itu, keterlibatan masyarakat, orang tua dan media massa berperan penting dalam upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak. Kemudian disisi lain, perempuan dan anak-anak juga perlu diberikan pemahaman, pengetahuan, dan penguatan untuk dapat melindungi dirinya sendiri.
Dengan begitu, media bisa berkontribusi besar untuk mendorong pesan kesetaraan gender, agar posisi perempuan bisa setara dengan laki-laki.
Bahkan, peran media penting untuk meningkatkan kesadaran melawan misinformasi, dan juga mendorong publik terutama para pembuat kebijakan, Influencer dan penyedia layanan dapat bergotong-royong, berjuang bersama, dan mempunyai komitmen secara konsisten untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak, “pungkasnya. (@/red)