AKSESNEWS.COM, TERNATE —Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan rangkaian gugusan pulau-pulau yang cukup banyak. Tercatat Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau termasuk sebaran pulau di jazirah Maluku Utara.
Namun perlu diketahui secara geografis Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dengan gunung api aktif sebanyak 129 pulau dan empat diantaranya adalah Maluku Utara yang rawan terjadinya bencana gempa bumi yang berpotensi tsunami.
Olehnya itu, pemahaman atas mitigasi bencana sangat penting dimiliki oleh setiap orang yang berpijak di atas tanah yang menjadi jalur cincin api (ring of fire) yang rawan gempa bumi.
Guna mengantisipasi dampak bencana gempa bumi dan tsunami terjadi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ternate melalui Kantor Stasiun Geofisika Kelas III Ternate menggelar kegiatan mitigasi Sekolah Lapangan Gempa bumi (SLG) dengan tema ‘Membangun Masyarakat Tanggap Gempabumi dan Tangguh Tsunami.’
Kegiatan SLG yang berlangsung selama dua hari dari tanggal 05 – 06 November 2021, bertempat di Gedung serbaguna, kantor SAR Basarnas Ternate, Maluku Maluku yang secara resmi dibuka oleh Deputi Bidang Geofisika Dr. Ir. Muhamad Sadly, M.Eng secara virtual.
Sebanyak 40 peserta keterwakilan dari BMKG Kabupaten Kota, Akademisi, PVMBG Ternate, Forum Kebencanaan, RRI Ternate, Babinsa Jambula, Babinkamtibmas, LSM Daur Mala, SAR Basarnas Ternate, dan awak media serta perwakilan masyarakat setempat digodok untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan saat terjadinya gempa bumi.
Deputi Bidang Geofisika Dr. Ir. Muhamad Sadly, M.Eng dalam sambutannya menyampaikan, melalui SLG BMKG ingin mengingatkan kembali bahwa potensi bahaya lain yang bisa saja terjadi di tengah masa pandemi COVID-19.
“Jika bencana alam terjadi pada saat pandemi COVID-19 tentu sangat menghambat kompleksitas manajemen penanganan bencana, akan tetapi resiko bencana dapat kita kurangi apabila kita selalu siap melakukan upaya mitigasi yang dilakukan terus-menerus dan berkelanjutan,’ ungkapnya.
Menurutnya, SLG sangat penting dipahami oleh para peserta, sebab apabila suatu saat diperhadapkan dengan situasi bencana tsunami maka sudah bisa dapat melakukan evakuasi secara mandiri, apalagi Provinsi Maluku Utara dan khususnya Kota Ternate merupakan salah satu wilayah yang dapat berpotensi gempa dan tsunami.
“Gempa bumi yang terjadi di wilayah ini, selain dipicu oleh aktivitas subduksi juga dipengaruhi oleh keberadaan sesar Sangihe, sesar Halmahera, dan Zona Subduksi atau aktivitas subduksi lempeng laut Filipina,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, seperti gempa bumi 7,1 skala richter yang mengguncang Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat pada tanggal 14 November tahun 2019 dan gempa bumi 7,3 skala richter di laut Halmahera tanggal 15 November 2014 yang mengakibatkan Tsunami kecil dan kerusakan infrastruktur.
“Dalam kurun waktu (5) lima tahun terakhir, sepatutnya ini sudah dapat menjadi kewajiban kita bersama khususnya masyarakat pesisir Kota Ternate untuk selalu waspada terhadap kemungkinan terjadi gempa bumi dan tsunami yang dapat terjadi secara tiba-tiba,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar MKG Wilayah IV Makassar, Darmawan mengatakan Indonesia merupakan negara dengan catatan bencana gempa bumi paling banyak, dan itu juga terjadi di Maluku Utara.
“Oleh karena itu, kita di BMKG terutama di Maluku Utara saat ini kita sama-sama tengah membuat peta bahaya tsunami yang dipimpin Kepala Geofisika Kelas III Ternate, Pak Andri yang sementara menggagas program tersebut,” ungkapnya.
Darmawan bilang, peta ini sangat spesifik, karana dengan peta tersebut dapat dipredikisi kapan Tsunami bisa sampai di pantai, bahkan sampai berapa lama bisa sampai ke darat. Dengan begitu juga dapat menyediakan informasi berapa lama masyarakat bisa lari sampai ke tempat aman.
“Bahkan, peta tersebut kami sudah buat dan telah berikan ke walikota, ke kelurahan untuk ditindaklanjuti dengan dibuat rambu-rambu jalur evakuasi menuju pusat tempat berkumpul, melalui SLG ini, kami menginformasikan kepada masyarakat guna masyarakat dapat langsung mengetahui dia berada di titik mana dan kapan bisa jalan, kemudian dia harus ke mana dia sudah tahu,” jelasnya.
Dengan dilaksanakan sekolah kegempaan ini kata Darmawan, masyarakat semakin tersadarkan dan tereduksi, sehingga mereka dapat mengetahui segala macam tentang bahaya daerahnya. Artinya, dengan adanya SLG yang dilaksanakan dapat belajar bagaimana meminimalkan korban jiwa dan bahaya daerahnya dan bahkan harta benda.
“Sehingga kita harus dibentuk komunitas masyarakat, Selain itu kami juga tadi telah melakukan ilustrasi situasi bencana dan keadaan darurat dengan menyediakan fasilitas untuk 3 hari kedepan saat bencana gempa dan tsunami terjadi,” ujarnya.
Kepala BPBD Kota Ternate, Arif Gani ketika dikonfirmasi menyampaikan dalam penanganan penanggalan bencana alam, BPBD memiliki tiga fungsi yaitu: Pertama, sebagai komando pada saat terjadinya bencana seperti membentuk pos komando dan menggerakkan semua sumber daya dimiliki di daerah, baik itu SDM maupun peralatan peralatan itu yang menjadi kebutuhan utama.
Kedua, BPBD berperan sebagai fungsi koordinasi, harus mengkoordinasikan kepada semua instansi teknis lainnya maupun kelompok masyarakat yang memang nantinya dapat membantu penanggulangan bencana. Hal ini karena kita tahu sendiri bahwa bencana itu tidak bisa ditangani oleh pemerintah semata, tapi harus menjadi tanggung jawab kita bersama.
Kemudian yang ketiga, kita memiliki fungsi terkait dengan rehabilitasi dan rekonstruksi daripada setelah bencana.
“Ini sangat sangat strategis tentang sekolah lapangan sangat strategis terkait dengan mitigasi non struktural. Artinya, SDM kita juga harus dibekali,” katanya.
Arif bilang, hal ini sangat berguna dalam mengantisipasi sebelum terjadi bencana, dengan begitu juga telah memiliki kemampuan untuk menangani dan melaksanakan evakuasi. “Pemerintah Kota juga memperhatikan pemasangan jalur evakuasi yang baru dimiliki Kota Ternate baru renkon gunung api yang sudah kita laksanakan pemasangan semua rambu rambu.” Ungkapnya.
Arif mengaku untuk mitigasi tsunami dan gempa bumi ini baru akan menyusun, namun pelatih pelatihan sudah jalan simulasi. Olehnya itu, akan menindaklanjuti di rencana secara konferensi sehingga dapat mengakomodir seluruh wilayah- wilayah yang diperkirakan berdampak ancaman tsunami lebih tinggi.
“Seperti di Jambula, peta yang kita sama-sama resmikan tadi layak sebagai contoh berikutnya, tak hanya di sini, depan kota juga sangat diperlukan karena Kota Ternate berdampingan dengan dua patahan yakin patahan Halmahera dan patahan Sangihe,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Geofisika Kelas III Ternate Andri Wijaya Bidang ketika dikonfirmasi menambahkan, kegiatan ini sudah menjadi tugas pokok BMKG untuk memberikan informasi kepada masyarakat sekaligus melakukan sosialisasi.
“Selama tahun 2021 ini, BMKG khususnya Geofisika Kelas III Ternate telah menyelenggarakan kegiatan BMKG go to school ke sekolah-sekolah dan juga kepada masyarakat di Jambula, Ternate Pulau. Ini menjadi yang ke-14 kali di tahun ini. Dimana, ada 4 kali dilaksanakan diluar Kota Ternate diantaranya Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Barat atau Jailolo, ” ujar Andri.
Kemudian untuk wilayah Ternate kata Andri, sudah melaksanakan sekitar 10 kali sosialisasi. Meski dengan keterbatasan anggaran, akan tetapi pihaknya berupaya untuk melakukan sosialisasi sehingga dengan memilih tempat atau sekolah-sekolah mana saja yang bisa dijadikan tempat sosialisasi.
“Ini juga merupakan awal saja, artinya BMKG hanya memberikan contoh bahwa bentuk seperti apa evakuasi jalur evakuasi seperti ini, ujar Andri, hal yang seperti ini baru pertama di Kota Ternate untuk pemasangan jalur evakuasi tsunami,” katanya.
Menurutnya, sinergitas BPBD dan BMKG terus berkoordinasi salah satunya adalah pembuatan peta rawan tsunami di Kota Ternate, Andri juga menambahkan, Wilayah Kota Ternate bagian selatan terdapat beberapa objek wisata yang membuat tingkat resiko terhadap khusus bencana gempa bumi dan tsunami. Namun demikian, tingkat resiko tersebut dapat dikendalikan melalui kesiapsiagaan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat sekitarnya dalam menganalisis bencana tersebut.
“Dalam menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami kita tidak perlu terlalu khawatir, akan tetapi kita harus selalu waspada dan memberikan edukasi kepada masyarakat agar kita tidak terlalu panik karena telah mengantisipasi apabila terjadi berencana tersebut,” ujarnya.
Untuk itu, diharapkan masyarakat harus selalu waspada dan dapat mencari informasi yang tepat melalui institusi yang mempunyai otoritas untuk mengabarkan informasi gempa bumi dan peringatan dini secara pasti, seperti halnya BMKG dan lain sebagainya
Selain itu, kegiatan SLG sangat mendapat respon positif dari Pemerintah Kota Ternate dan masyarakat setempat.
“SLG ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan kewaspadaan dan tanggap kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami,” ujar Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik, Ardini Radjiloen saat menyampaikan sambutan Walikota Ternate M. Tauhid Soleman.
Ini dapat menjadi pengetahuan bagi masyarakat Ternate khususnya warga Kelurahan Jambula, dimana dapat belajar langsung sekaligus mengetahui rambu-rambu siaga bencana yang dipaparkan oleh tim Stasiun Geofisika Ternate.
“Dengan adanya kegiatan ini, kami berharap warga bisa memahami prosedur evakuasi saat terjadi bencana dan menyampaikan ke keluarga masing-masing, agar mereka dapat mengantisipasi gempa bumi dan tsunami sejak dini,” harapnya.
Diketahui, kegiatan yang berlangsung selam dua ahri itu disusun dengan berbagai kegiatan diantaranya, pemberian materi di ruangan oleh narasumber dari BMKG dan memberikan penyusunan perencanaan struktur siap siaga yang dibangun menjadi dua kelompok.
Dua kelompok tersebut diantaranya, Penyusunan SOP Tanggap Bencana dan pembentukan Forum Akademisi STKIP Kie Raha terkait siap siaga. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan susur jalur evakuasi yang dimulai dari pesisir pantai Jambula sampai pada tempat evakuasi sebagai titik kumpul tepat di depan kantor Sar Basarnas Ternate. (*)
Wartawan : Adi Tiakoly
Editor : Ong Rasai