AKSESNEWS.COM, TERNATE – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Utara (DPPPA Malut) mengelar Pelatihan Konselor Bagi Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Tahun 2023.
Kegiatan ini diikuti 12 peserta, terdiri dari 10 orang perwakilan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten/Kota dan dua peserta dari UPTD DPPPA Malut, berlangsung di Hotel Grand Majang Ternate, Minggu 4 Juni 2023.
Pelatihan yang menghadirkan dua narasumber langsung dari Meta Progress Indonesia, yaitu Ratna Yuda dan Satinungsih ini akan berjalan selama tiga hari mulai hari ini hingga Selasa, 6 Juni 2023 mendatang.
Jahirina Jamaluddin selaku Ketua Panitia mengatakan, tujuan kegiatan ini adalah peserta pelatihan mampu memahami berbagai pendekatan terkait dengan konseling.
“Kemudian peserta mampu memahami strategi-strategi pemecahan masalah, dan memahami prosedur-prosedur pemecahan masalah, juga peserta mampu mengidentifikasi perasaan orang lain, ” kata Jahirina dalam laporan panitia.
Sementara, Kepala Dinas PPPA Malut, Musyrifah Alhadar dalam sambutannya menyampaikan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) saat ini sering terjadi.
Dimana kemajuan ilmu dan teknologi di era globalisasi serta kemajuan industri ini telah mampu melunturkan nilai-nilai kasih sayang, penghormatan serta penghargaan seseorang terhadap nilai-nilai etika serta agama.
“Akibat dari hal itu banyak terjadi pelanggaran HAM dalam berbagai bentuk, utamanya dalam bentuk kekerasan, baik secara fisik, psikis, maupun seksual,” jelas Musrifah.
Dikatakan, meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, harus benar-benar menjadi perhatian bagi warga semua, mulai dari lingkungan paling terkecil yaitu keluarga, masyarakat maupun pemerintah.
“Karena kekerasan perempuan dan anak itu sangat merugikan dan memakan korban tentunya kalau kita tidak memperhatikan ini dengan baik,” ujar Musrifah.
Musrifah menyebutkan untuk Provinsi Malut sendiri tercatat dalam data simfoni (sistem informasi online pelayanan perempuan dan anak) terdapat sekitar 396 kasus yang dominan adalah kasus kekerasan seksual sebanyak 203 kasus.
“Untuk Maluku Utara saya melihat dari tiga tahun terakhir itu mulai tahun 2019 sampai dengan tahun 2022 trand kasus kita terus naik, terutama untuk kekerasan seksual. Dimana kasus itu terlapor melalui sistem online,” kata Musrifah.
Dilain sisi, Musrifah selaku Kadis yang getol menekan angka kekerasan perempuan di Maluku Utara ini dengan pemikiran positifnya mengapresiasi masyarakat yang telah memberi perhatian terhadap kasus kekerasan seksual dan sudah berani melaporkan setiap kasus yang terjadi.
“Jangan takut melaporkan karena aib atau malu dan lain sebagainya, sebab jika tidak dilaporkan maka dengan begitu ternyata kita memberikan keleluasaan bagi pelaku untuk lebih meningkatkan aktivitas mereka dalam kekerasan,” tegas Musrifah.
“Nah ini yang sangat Kita tidak inginkan terutama pemerintah. Karena pemerintah itu hadir dalam memberikan perlindungan kepada korban-korban kekerasan terutama perempuan dan anak,” pungkasnya. (*)