AKSESNEWS.COM, HALUT – Tingginya angka perkawinan anak di Provinsi Maluku Utara membuat Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Maluku Utara tak tinggal diam.
Kali ini, dengan menghadirkan ratusan anak pada tingkat SMP maupun SMA di Kabupaten Halmahera Utara, DPPPA Malut kembali mengelar sosialisasi reproduksi remaja dan cegah perkawinan anak (CERIA) Tahun 2023. Kegiatan ini sebelumnya telah dilakukan di Kabupaten Halmahera Selatan.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Bupati Halmahera Utara, Ir. Frans Manery, bertempat di Meeting Room Marahai Hotel, Tobelo, Senin (7/8/2023).
Frans Manery mengatakan, perlu gerakan massif untuk mencegah perkawinan anak. Hal ini mengingat dampak dari perkawinan anak sendiri sangatlah buruk.
Frans menuturkan bahwa sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah dan organisasi perempuan dengan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, akan tetapi hasilnya belum banyak terlihat.
Meski begitu, kami selaku Pemerintah Daerah tidak dapat berjalan sendiri dalam menanggulangi masalah Perkawinan Anak. Karena itu, peran semua lapisan masyarakat juga perlu dalam menanggulangi perkawinan anak.
“Kami pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara sangat berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atas kepedulian dan perhatian kepada Kabupaten Halmahera Utara dalam menurunkan angka Perkawinan Anak di daerah kami, “kata Frans.
Sementara, Kepala Dinas PPPA Maluku Utara, Hj. Musrifah Alhadar mengungkapkan bahwa, tingginya angka perkawinan anak merupakan salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak.
Menurutnya, pernikahan diusia muda tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak-anak, perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/kanker rahim pada anak.
Pada level masyarakat, berbagai sebab pengajuan dispensasi kawin disebabkan karena kemiskinan, rendahnya pendidikan, serta budaya patriarki, belum lagi adanya legitimasi pengaruh tafsir agama yang membolehkan perkawinan anak dengan melihat kondisi masyarakat.
Berdasarkan data BPS tahun Tahun 2021 yang menunjukkan angka Perkawinan Anak di Provinsi Maluku Utara adalah 13, 09% sedangkan angka Perkawinan Anak Nasional berada pada angka 9,23%. Maluku Utara sendiri memiliki 3 ( tiga ) Kabupaten yang mengantongi angka perkawinan anak tinggi di Tahun 2021 adalah Kab. Halmahera Selatan 22,80%, Kabupaten Halmahera Utara 22,66% dan Kabupaten Pulau Taliabu 17,32%.
Revisi UU Perkawinan telah menghasilkan kemajuan pada batas usia perkawinan bagi perempuan, dari awalnya 16 tahun menjadi 19 tahun. Namun faktanya, perubahan batas usia perkawinan belum mampu menekan angka perkawinan anak di Indonesia. Dalam kurung dua tahun sejak UU Nomor 16 Tahun 2019 disahkan.
Pasangan usia anak memiliki risiko tinggi menghadapi berbagai permasalahan kesehatan, seperti risiko kematian Ibu karena ketidaksiapan fungsi organ reproduksi, kematian bayi, kelahiran premature dan juga stunting. Hal ini akan berakibat pada terhambatnya upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi, stunting serta gizi buruk bagi balita. Apabila dipandang dari aspek kualitas sumber daya manusia, perkawinan anak telah memaksa anak menjadi putus sekolah, tidak memperoleh hak pendidikan yang layak dan akhirnya berdampak pada kondisi ekonomi dan kesejahteraannya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Provinsi Maluku Utara Dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Utara melalui terobosan terbaru dan inovatif membuat kebijakan program prioritas CERIA (Cegah Perkawinan Anak) yang merupakan gerakan bersama dan ajakan bagi masyarakat (terutama anak) untuk tidak menikah diusia Anak.
Sosialisasi CERIA dan Reproduksi Remaja adalah langkah awal mengubah pandangan masyarakat mengenai perkawinan anak secara sinergi dan kerjasama dengan berbagai pihak lebih terstruktur, holistik dan integratif melalui kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah serta lembaga masyarakat lainnya dan untuk menciptakan sistem perlindungan anak yang holistik guna menghapuskan perkawinan anak, dibutuhkan adanya keterlibatan dari anak anak, remaja, dan kaum muda itu sendiri.
“Saya berharap, anak – anakku dapat memanfaatkan momen ini dengan baik, sharing dan berbagi informasi tentang dampak negatif perkawinan anak di Kabupaten Halmahera Utara, sehingga diharapkan nantinya berdampak pada menurunnya angka perkawinan anak, di Kabupaten Halmahera Utara, “harap Musrifah. (*)