Kemudahan Berbisnis akan Mendorong Investasi Asing ke Indonesia

Berita, Nasional28 views

Jakarta – Pemerintah Indonesia menegaskan pentingnya reformasi struktural untuk mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tengah krisis akibat pandemi Covid-19.

Reformasi struktural dilanjutkan, salah satunya melalui prosedur kemudahan perizinan bisnis. Dalam upaya diseminasi informasi kepada Duta Besar Asing dan Perwakilan Kantor Dagang Asing di Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri menyelenggarakan webinar dengan topik “Risk Based Approach Business Licensing Process, Investment Priority List and the Online Single Submission (OSS) System”, pada Jumat (20/8).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Keynote Speech dalam webinar tersebut. “Indonesia berkomitmen untuk memperbaiki daya saing dan iklim investasi, melalui reformasi struktural dengan menggabungkan 76 aturan menjadi satu melalui sistem Omnibus Law dalam Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” tuturnya.

UU Cipta Kerja merupakan sebuah aturan yang menyederhanakan prosedur perizinan bisnis, menyediakan perlindungan lingkungan yang lebih baik, serta membuat perubahan dalam peraturan ketenagakerjaan yang sudah ada.

Sebagai bagian dari proses transformasi ekonomi secara keseluruhan, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya bertujuan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan investasi. UU Cipta Kerja juga diakui oleh Bank Dunia sebagai program reformasi ekonomi yang sangat positif yang pernah diciptakan Indonesia dalam 4 dekade terakhir.

Untuk melengkapi implementasi UU Cipta Kerja tersebut, pendaftaran digital dan prosedur perizinan juga dibuat lebih mudah dengan diluncurkannya versi OSS terbaru yang dibangun berdasarkan Risk Based Approach (RBA), dan dari Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Daftar Positif Investasi (DPI). OSS yang berbasis risiko adalah bentuk reformasi yang sangat signifikan dalam sektor perizinan bisnis atau usaha, di mana sistem daring dipadukan dengan pendekatan berbasis risiko usaha.

Menko Airlangga menerangkan, “Dalam sistem ini, jenis perizinan akan disesuaikan berdasarkan level risiko masing-masing usaha. Misalnya prosedur perizinan UMKM berbeda dengan bisnis besar, “terangnya seperti dilansir Aksesnews.com pada laman Kementerian Koordinator Perekonomian RI, Jumat (20/8/21).

Untuk UMKM ataupun bisnis lain yang berisiko rendah di sektor swasta hanya membutuhan Nomor Induk Berusaha (NIB) dari OSS untuk mulai bisnisnya tersebut.

Untuk risiko menengah, Sertifikat Standar diperlukan untuk melengkapi NIB. Semua perizinan diberikan dalam sebuah sistem OSS terintegrasi, sehingga prosesnya sangat transparan, lebih mudah, cepat, dan kredibel.

Pemerintah Indonesia berkomitmen mengimplementasikan dan mengawasi pelaksanaan OSS versi baru ke depannya. Pasalnya, hal ini merupakan salah satu instrumen penting untuk menarik investasi lebih besar lagi ke dalam negeri.

“Kami berharap dengan diluncurkannya OSS berbasis risiko akan meningkatkan iklim investasi dan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Jika investasi meningkat pada ujungnya diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas juga,” jelas Airlangga.

Pemerintah juga telah mengeluarkan Daftar Prioritas Investasi (DPI) dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Aturan ini berisi tentang DPI yang fokus memberikan daftar lapangan usaha atau bisnis prioritas, termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN), teknologi terkini, industri perintis, industri berorientasi ekspor, serta penelitian dan pengembangan.

Investor yang berinvestasi dalam sektor prioritas akan mendapatkan insentif fiskal dan non fiskal. Dari sisi fiskal, insentif dapat berupa investment allowance, super deduksi, atau pembebasan bea masuk. Sedangkan, dari sisi non fiskal berupa kemudahan perizinan bisnis atau usaha, kemudahan perizinan untuk implementasi kegiatan usaha, disediakan infrastruktur pendukung usaha, serta diberikan jaminan untuk ketersediaan bahan bakar atau energi dan bahan baku mentah.

Pemerintah Indonesia juga mendirikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk meningkatkan, memprioritaskan, dan mengoptimalkan investasi jangka panjang yang akan dapat mendukung pembangunan berkelanjutan.

“Pemerintah sudah mengalokasikan US$1 miliar di 2020 sebagai modal awal LPI, dan akan menambah sebesar US$4 miliar di tahun ini untuk mengoptimalkan peran LPI. Saat ini, juga ada Sovereign Wealth Fund (SWF) sekitar US$3 miliar dari tiga negara yaitu Belanda, Kanada, dan Uni Emirat Arab (yang sudah masuk ke LPI),” ujar Menko Airlangga.

Turut hadir dalam webinar kali ini adalah Plt. Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional R. Edi Prio Pambudi; Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Elen Setiadi; Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Lestari Indah; Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Ichsan Zulkarnaen; Juru Bicara Kemenko Perekonomian Alia Karenina; serta para Duta Besar dan perwakilan Kedutaan Besar Asing negara sahabat, perwakilan Organisasi Internasional, dan wakil Chambers of Commerce yang beroperasi di Indonesia dan kawasan.

Kemenko Perekonomian sebagai penyelenggara webinar juga menerima masukan dari para pelaku usaha yang hadir melalui survei yang dibagikan secara digital dan nantinya akan dijadikan bahan masukan dalam rangka penyempurnaan kebijakan ke depannya.

Kegiatan kali ini merupakan bagian dari Webinar Series yang akan dilakukan Kemenko Perekonomian yang ditujukan kepada kalangan pemerintah, bisnis serta pengusaha mitra negara asing agar mendapatkan informasi dan pemahaman aktual mengenai kondisi perekonomian Indonesia dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mendorong kemitraan dan kerja sama ekonomi yang lebih luas. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *