AKSESNEWS.COM, TERNATE – Anggota Komisi IV DPR RI daerah pemilihan Maluku Utara, Alien Mus juga menyoroti tingginya angka pernikahan dini di Indonesia.
Alien menuturkan, berdasarkan data Prevention of Child Marrige tahun 2020, Indonesia berada pada urutan ke-8 jumlah pernikahan usia anak terbanyak di dunia.
Seharusnya, kata Alien berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah berumur 19 tahun.
“Faktanya masih banyak terjadi praktik pernikahan anak di bawah umur. Ini tentu menjadi tanggung jawab kita semua, baik pemerintah maupun keluarga khusunya, ”ujar Alien Mus.
Ia menyebutkan faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini ini sangat beragam, misalnya faktor ekonomi, adat, kesehatan, dan lingkungannya.
Alien membeberkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Kor 2020, terdapat 8,19% wanita Indonesia yang menikah pertama kalinya di usia antara 7-15 tahun.
Hal itu sebagaimana dilansir databoks, yang menyebutkan perempuan yang menikah pertama kali di usia dini tersebut terbanyak terjadi di Kalimantan Selatan, yakni mencapai 12,52% pada 2020. Namun, angka tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 13,18%.
Provinsi dengan wanita yang menikah pertama kalinya di usia 7-15 tahun terbesar berikutnya adalah Jawa Barat, yakni sebesar 11,48%. Diikuti Jawa Timur sebesar 10,85%, Sulawesi Barat sebesar 10,05%, serta Kalimantan Tengah sebesar 9,855.
Berikutnya, pernikahan usia di bawah umur perempuan di Banten sebesar 9,11%. Setelahnya ada Bengkulu sebesar 8,81%, kemudian Jawa Tengah sebesar 8,71%, serta Jambi dan Sulawesi Selatan masing-masing sebesar 8,56% dan 8,48%.
Ketua DPD Golkar Malut ini mengajak seluruh stakeholder agar melindungi generasi milenial dari ancaman pernikahan yang belum waktunya. Selain berisiko dalam sisi kesehatan, menikah di bawah umur juga dapat membuat masa depan anak menjadi suram.
“Banyak kasus saat ini banyak anak yang putus sekolah karena menikah. Untuk itu, marilah kita bergandeng tangan melindungi mereka untuk masa depan daerah dan bangsa kita,”jelas Alien seperti dikutip pada lama Timesindonesia, Sabtu (26/2/2022) malam.
Alien berharap Kementerian PPPA RI maupun Dinas PPPA di provinsi dan kabupaten/kota dapat merumuskan kebijakan strategis khusus menangani persoalan ini. Baginya masa depan generasi muda sangat penting.
”Arah kebijakan pemerintah pusat sampai ke daerah harus terarah dan terukur, sehingga tidak berjalan sendiri – sendiri, ”pungkasnya. (red)