Awas! Perempuan Rentan Terjerat Pinjaman Online


AKSESNEWS.COM, JAKARTA – Deputi Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Lenny N. Rosalin, mengungkapkan bahwa banyak perempuan terjerat pinjaman online.

Hal tersebut karena akses mudah yang ditawarkan oleh layanan pinjaman online kini semakin mengarah pada pokok permasalahan baru yang menggerus tatanan kehidupan, khususnya bagi perempuan.

Iklan Hari Anti Korupsi Sedunia, Kepala Biro BPBJ Provinsi Maluku Utara, Abdul Farid Hasan Iklan Ucapan Hari Anti Korupsi Sedunia, Kepala Dinas PPPA Maluku Utara, Musrifah Alhadar,

Menurut Lenny, tidak sedikit perempuan terjerat dalam pinjaman online dan mengalami berbagai risiko dan lapisan kerentanan yang dirasakan ketika mengakses layanan tersebut.

Guna mendapatkan gambaran lebih jauh, Kementerian PPPA bersama Departemen Kriminologi Universitas Indonesia dan MicroSave Consulting (MSC) menyelenggarakan Diskusi Publik dan Diseminasi Hasil Penelitian ‘Perempuan, Risiko, dan Perlindungan Konsumen pada Platform Pinjaman Online di Indonesia’.

“Perkembangan teknologi kini sangat pesat dan hampir merambah ke seluruh sektor kehidupan dan pembangunan, salah satunya di sektor perekonomian. Mulai dari lembaga keuangan negara, perbankan, dan non perbankan telah menyediakan teknologi finansial (fintech) yang mempermudah kehidupan sehari-hari.

Meskipun kita telah merasakan dampak positif dari perkembangan fintech, kita juga menghadapi ancaman negatif perkembangan fintech. Dampak negatif itulah yang menjadi dasar bagi Departemen Kriminologi Universitas Indonesia dan MicroSave Consulting (MSC) melakukan riset berbasis bukti guna memotret pengalaman perempuan pengguna pinjaman online,” ujar Deputi Kesetaraan Gender Kementerian PPPA, Lenny N. Rosalin dalam sambutannya seperti dikutip dari laman resmi Kementerian PPPA, Minggu (26/3/23).

Lenny mengungkapkan perkembangan fintech, terutama platform pinjaman online atau peer-to-peer lending (P2P) mengakibatkan kekhawatiran tersendiri pada masyarakat lantaran dapat merugikan secara material maupun nonmaterial. Namun tetap saja, karena tuntutan kebutuhan mendesak yang menghantui kehidupan masyarakat, pinjaman online kerap menjadi pilihan tercepat dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan tanpa memerlukan jaminan dalam proses pencairan dana.

“Permintaan yang tinggi atas kredit cepat memicu munculnya banyak pinjaman online ilegal dengan bunga pengembalian yang cukup tinggi. Pada prakteknya, banyak masyarakat yang justru terlilit hutang dan korbannya sebagian besar adalah perempuan. Banyak perempuan yang terlilit hutang pinjaman online ilegal mengalami ancaman kekerasan berbasis gender online (KBGO) seperti pelecehan seksual, penyebaran informasi data-data pribadi (doxing), hingga intimidasi langsung pada saat penagihan oleh debt-collector,” jelas Lenny.

Lebih lanjut, Lenny menjelaskan Kementerian PPPA sebagai kementerian memiliki tugas dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak telah menjalankan 5 (lima) isu prioritas Arahan Presiden Joko Widodo dimana Arahan Presiden (AP) tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam agenda pembangunan Indonesia ke depan dan upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan dan anak perempuan.

“Kami telah melakukan berbagai upaya dan strategi dalam menjalankan mandat tersebut, diantaranya dengan edukasi, literasi, dan solusi digital perempuan; kebijakan untuk mendukung ekosistem kewirausahaan; serta hadirnya Strategi Nasional Keuangan Inklusi Perempuan (SNKI-P) untuk memastikan semua perempuan pelaku usaha di Indonesia memiliki pengetahuan, kapasitas, sumber daya, dan peluang untuk dapat mencapai dan menikmati pemberdayaan ekonomi,” tutur Lenny.

Sebagai upaya pencegahan, Kementerian PPPA terus berupaya dalam meningkatkan literasi digital perempuan, literasi keuangan perempuan, dan cybersecurity, serta sinergi antar pemerintah pusat, stakeholder, hingga akar rumput menjadi kunci dalam memastikan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan pemenuhan hak-hak perempuan.

“Kita semua harus terus mengedukasi masyarakat, khususnya perempuan dalam hal literasi keuangan, digital, hingga cybersecurity agar perempuan lebih paham dan mengerti tentang risiko dan ancaman pinjaman online, juga bersama-sama mengembangkan sistem perlindungan konsumen dengan memperhatikan mekanisme peminjaman dan pengaduan keluhan yang berspektif gender. Perempuan pun harus mengerti dalam mencari bantuan dan dukungan ketika mengalami kekerasan akibat pinjaman online,” tandas Lenny. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *